Jumat, 31 Juli 2015

PENGEMBANGAN PRIBADI KONSELOR



MAKALAH
PENGEMBANGAN PRIBADI KONSELOR
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Pribadi Konselor
Dosen Pengampu: Drs. Suradi SA., M.Si
  




  
Oleh:
BIMBINGAN & KONSELING/A1
KELOMPOK  9

ANGGOTA :
1.      Sonya Mulan Sari                          (12-500-0004)
2.      Dewi Wulandari                            (12-500-0025)
3.      Ainur Fadlila                                 (12-500-0049)
4.      Dian Aulia                                     (12-500-0057)
5.      Arima Tri Octavia                         (12-500-0074)



UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
2015



KATA PENGANTAR


Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengembangan Kepribadian Konselor” ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penyusun ingin memberikan informasi kepada pembaca terkait dengan pengembangan pribadi konselor supaya menjadikan kinerja konselor menjadi maksimal dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling kepada klien. Penyusun menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun.
Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan - rekan semua.


Surabaya, Juni 2015



Penyusun
  





BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan siswa yang bersangkutan. Layanan bimbingan dan konseling bertujuan agar para siswa dapat mewujudkan diri sebagai pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, pelajar yang kreatif dan pekerja produktif.
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Pasal 1 ayat 13, mencantumkan bahwa saat ini konselor merupakan salah satu tenaga pendidik. Yang mana hal tersebut merupakan indikator secara tidak langsung bahwa konselor sudah mulai di butuhkan dalam suatu intitusi pendidikan. Maka dari itu, hal ini perlu diperhatikan dengan diperlukannya suatu klasifikasi khusus akan konselor sebagai tenaga pendidik ini, sebagai upaya dalam membangun profesi konselor yang professional. Selain itu dalam pencapaiannya sebagai suatu profesi yang professional, Beberapa dari hasil penelitian menunjukan, kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi pencapain konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan teurapeutik atau konseling. Hal ini juga merupakan faktor pendukung bagi tercapainya suatu profesi konselor yang professional.
Kegiatan konseling yang dilakukan oleh setiap konselor tentunya tidak akan terlepas dari berbagai aspek penting mengenai komunikasi. Suatu komunikasi yang baik tidak akan tercapai bila tidak adanya rasa saling percaya antara kedua belah pihak. Ketercapaian rasa saling percaya ini dapat tercapai dengan pengetahuan/ keterampilan, dan kepribadian yang dimiliki oleh konselor. Kualitas hubungan dalam proses bimbingan dan konseling sangat dipengaruhi oleh kualitas pribadi konselor (Guru Pembimbing). Kepribadian konselor merupakan intervensi utama, karena seseorang tidak akan dapat memberikan bantuan tanpa memiliki kepribadian membantu. Konselor menciptakan dan mengembangkan interaksi yamng membantu peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi secara optimal, mengembangkan pribadi yang utuh dan sehat, serta menampilkan prilaku efektif, kreatif, produkti dan adjusted.


B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, bahwa sesungguhnya masalah yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Apa pengertian pribadi konselor?
2.    Bagaimana menjadi pribadi konselor yang diharapkan?
3.    Bagaimana cara mengembangkan pribadi konselor yang diharapkan?
4.    Bagaimana profil seorang konselor?
C.           Tujuan

  1.  Mengetahui pengertian pribadi konselor yang efektif.
  2.  Mengetahui kepribadian konselor yang diharapkan.
  3.  Mengetahui cara mengembangkan pribadi konselor yang diharapkan.
  4.  Mengetahui profil seorang konselor.
D.           Metode
Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan literatur buku dan juga intenet sebagai sumber kami dalam mendapatkan informasi tentang makalah pengembangan pribadi konselor.




BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Pribadi Konselor
Seorang konselor tidak dilahirkan dan juga bukan karena penddidikan dan latihan profesionalnya semata-mata. Menjadi konselor berkembang melalui proses yang panjang, dimulai dengan mempelajari berbagai teori dan latihan serta berusaha belajar dari pengalaman praktek konselingnya (Nelson-Jones, 1997). Menjadi konselor yang baik yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal klien, memaham maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses konseling. Salah satu pengenalan diri sendiri adalah pemahaman perasaan-perasaan dan sikap-sikap diri sendiri pada waktu memulai pendidikan menjadi konselor (Geldard, 1989). Perasaan dan sikap seseorang pada awal pendidikan danlatiha untuk menjadi konselor sangat berbeda dengan perasaan dan sikapnya sesudah menjadi seorang konselor yang efektif. Perasaan dan sikap awal tersebutmerupakan motivator untuk terus berkembang.
Agar dapat memenuhi kebutuhan konseli seorang konselor harus memiliki pemahaman tentang maksud dan tujuan proses konseling. Menjadi konselor yang efektif perlu mengetahui makna efektif dalam konseling. Menilai efektifitas konseling biasanya sangat subyektif dan mempunyai dua perspektif, yaitu perspektif konselor dan konseli. Keduanya dapat berbeda karena masing-masing mempunyai harapan yang berbeda.
Salah satu cara untuk memaham perspektif konseli ialah memahami alasan-alasan konseli untuk memperoleh konseling. Diantara mereka ada yang memiliki harapan yang realistis dan ada pula yang tidak realistis. Bahkan ada yang mengharapkan agar konselor memberikan petunjuk paktis, karena mengira dengan mengikuti petunjuk konselor masalah yang dihadapinya dapat diselesaikan. Memberikan petunjuk mengandung resiko baik untuk koseli maupun konselor.
1.      Umumnya konseli merasa tidak senang jika diberi petunjuk atau saran oleh orang lain sehingga dapat mendatangkan pengaruh terbalik.
2.      Jika saran yang diberikan tidak menyelesaikan masalah akan mengurangi kepercayaan konseli kepada konselor sehingga konseli tidak terbuka mengenai dirinya sendiri.
3.      Jika petunjuk memberikan pengaruh positif untuk jangka pendek, saran atau petunjuk akan menimbulkan ketergantungan konseli kepada konselor karena tidak mampu berdiri sendiri.
Seorang konselor yang efektif, perlu memiliki pandangan atau pikiran yang jelas tentang maksud dan tujuan-tujuan konseling. Beberapa tujuan konseling adalah:
1.      Membantu konseli merasa baik
2.      Membantu konseli merasa percaya diri (self-reliant)
3.      Memperoleh keterampilan-keterampilan untuk menghadapi situasi pada saat ini dan di kemudian hari dalam cara-cara yang konstruktif
Agar harapan dan kebutuhan konseli dapat terpenuhi oleh konselor, maka pendekatan yang dapat dilakukan adalah pembahasan tujuan konseling secara terbuka. Atas dasar hasil pembahasan tersebut dilakukan penyusunan program konseling yang disepakati bersama oleh konselor dan konseli (Nelson-Jones, 1997).
Aspek kunci lainnya dalam konseling yang efektif adalah hubungan konseling, yaitu kualitas hubungan antara konselor dengan konseli. Konsep Carl Rogers tentang hubungan konseling merupakan konsep yang kuat dan berguna, dan perlu dipahami oleh calon konselor. Jika pola konseling Rogerian telah dikembangkan, keterampilan lainnya dapat ditambah dan disatu padukan dalam khasanah konseling masing-masing konselor.
Carl Rogers menyebutkan tiga kualitas utama yang diperlukan seorang konselor agar konselingnya efektif yaitu:
1.      Konselor yang memiliki kualitas kongruen, yaitu seorang konselor yang dalam perilaku hidupnya menunjukkan sebagai dirinya sendiri yang asli, utuh, dan menyeluruh, baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan profesionalnya. Konselor tidak pura-pura atau memakai kedok untuk menyembunyikan keaslian dirinya.
2.      Konselor yang memiliki kualitas empati, dapat merasakan pikiran dan perasaan orang lain dan ada rasa kebersamaan dengan konseli. Konselor memahami jalur jalan dan liku-liku yang dilalui konseli dan bersimpati padanya, berjala bersama dengannya sebagai teman sejalan.
3.      Konselor memberikn perhatian positif tanpa syarat. Konselor dapat menerima konseli sebagaimana adanya dengan segala kelemahan dan kekuatannya, sikap dan keyakinannya, termasuk perilakunya yang mungkin memuakkan bagi orang lain. Konselor menerima konseli tanpa memberikan penilaian (non judgmental). Hal ini tidak mudah untuk dicapai. Oleh karena itu diperlukan pengalaman dan kesabaran, serta pengenalan diri sendiri lebih dahulu.
Ciri-ciri penting yang sebenarnya juga merupakan ciri-ciri seorang guru atau pendidik adalah sebagai berikut:
1.      Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME
2.      Berpandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, individual, dan sosial
3.      Menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta bersikap demokratis
4.      Menampilkan nilai, norma, dan moral yang berlaku dan berakhlak mulia
5.      Menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan emosional
6.      Cerdas, kreatif, mandiri, dan berpenampilan menarik
Disamping ciri-ciri kepribadian yang dipaparkan diatas, terdapat beberapa ciri-ciri atau karakteristik konselor yang lebih khusus. Ciri-ciri penting tersebut dikemukakan antara lain oleh Corey (1977: 234-235) sebagai berikut:
1.      Memiliki cara-cara sendiri
2.      Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri
3.      Mempunyai kekuatan yang utuh
4.      Terbuka terhadap perubahan
5.      Terlibat dalam proses-proses perkembangan kesadaran diri
6.      Mau dan mampu menerima dan memberikan toleransi
7.      Memiliki identitas diri
8.      Mempunyai rasa empati yang tidak posesif
9.      Hidup
10.  Otentik
11.  Memberi dan menerima kasih sayang
12.  Hidup pada masa kini
13.  Dapat berbuat salah dan maub mengakui kesalahan
14.  Dapat terlibat secara mendalam dengan pekerjaan-pekerjaan kreatif

B.            Kepribadian Konselor yang diharapkan
Kepribadian konselor adalah suatu hal yang sangat penting dalam konseling. Seorang konselor haruslah dewasa, ramah, dan bisa berempati. Mereka harus altruistik (peduli pada kepentingan orang lain) dan tidak mudah marah atau frustasi. Sayangnya masih ada saja beberapa orang yang ingin terlibat dalam profesi konseling dengan alasan yang salah.
1.             Motivator negatif menjadi konselor
Tidak semua orang yang ingun menjadi konselor atau mendaftar ke program pendidikan konselor, harus masuk ke dalam bidang ini. Alasannya terkait dengan motivasi dibalik keinginan mereka dalam mengejar profesi ini, dan ketidak cocokan kepribadian (karakter) si calon konselor dengan apa yang dituntut oleh profesi konseling.
Sejumlah mahasiswa yang “tertarik terhadap konseling profesional ternyata mempunyai masalah kepribadian dan adaptasi yang cukup serius” (Witmer dan Young, 1996, P 142). Kebanyakan dari mereka memutuskan untuk mengejar karier lain sebelum menyelesaiakan program persiapan konselor. Bagaiamanapun juga, sebelum mendaftarkan diri pada program studi ini kandiddat program konseling seharusnya memriksa alasan mereka. Menurut Guy (1987), motivator yang menghalangi kandiddat menjadi konselor adalah sebagai berikut:
a.       Distres emosi
b.      Vicarious coping
c.       Kesepian dan isolasi
d.      Keinginan untuk berkuasa
e.       Keinginan untuk dicintai
f.       Vicarious Rebellion
2.             Kualitas Kepribadian Konselor Efektif
Dari sekian banyak factor fungsional dan positif yang memotivasi seorang individu untuk mengajar karier dalam bidang konseling dan membuat mereka pas dalam profesi tersebut, ada beberapa kualitas berikut seperti diuraikan oleh Foster (1996) dan Guy (1997). Meskipun daftar ini tidak sepenuhnya mendalam, daftar ini menjelaskan apek-aspek dari kehidupan pribadi seseorang yang membuat dia cocok berperan sebagai seorang konselor.

  • Keingin-tahuan dan kepedulian
  •  Kemampuan mendengarkan
  •  Suka berbincang
  •  Empati dan pengertian
  •  Menahan emosi
  •   Intropeksi
  •  Kapasitas menyangkal diri
  •  Toleransi keakraban
  •  Mampu berkuasa
  •    Mampu tertawa
j.      
Kemampuan konselor untuk bekerja dari perspektif pengalaman emosional yang sudah teratasi, yang membuat seseorang peka terhadap diri sendiri dan orang lain adalah karakter yang disebut Rollo May sebagai penyembuh luka (May, Remen, Young, &Berland, 1985). Hal ini merupakan fenomena paradox. Individu yang pernah tersakiti dan mampu mengatasi rasa sakit tersebut serta memperoleh wawasan untuk diri sendiri dan dunia, akan mampu menolong orang lain yang berjuang untuk mengatasi masalah emosionalnya (Miller, Wagner, Britton 7 Gridley, 1998).
Konselor yang efektif adalah orang yang mampu mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan ilmiah ke dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, mereka mampu mencapai keseimbangan interpersonal dan kompetensi teknis (Cormier 7 Cormier, 1998). Kualitas tambahan dari konselor yang efektif meliputi:
a.       Kompetensi intelektual
b.      Energi
c.       Keluwesan
d.      Dukungan
e.       Niat baik
f.       Kesadaran

Menjaga Efektivitas sebagai Konselor
Cara lain yang digunakan konsleor efektif untuk menjaga kesehatan da kesejahteraanya adalah dengan melakukan tindakan preventif untuk menghindari masalah-masalah perilaku seperti burnout (Grosch 7 Olsen, 1994). Burnout adalah terkurasnya kondisi jasmani atau rohani seseorang, sehingga tidak mampu berfungsi sebagaimanan mestinya. Dalam kondisi terkuras, seorang konselor akan memiliki konsep diri yang negative, oerialku kerja yang negative, dan bahkan kehilangan kepedulian, perasaan dan perhatian terhadap orang lain (Lambie 2007).
Untuk menghindari burnout, konselor perlu mengubah lingkungan disekitarnya, termasuk factor-faktor individual dan interpersonal yang terdapat didalamnya (Wilkerson 7 Beilini, 2006). Sebagai cintoh, konselor terkadang harus keluar dari peran profesionalnya dan mengembangkan hobi di luar konseling. Cara lain yang bisa digunakan untuk menghindari atau mengurangi burnout adalah:
1.         Menjalin hubunga dengan individu yang sehat jasmani dan rohani
2.         Bekerja sama dengan sejawat dan organisasi yang memiliki komitmen dan misi yang jelas
3.         Menggunakan teori-teori konseling yang ada
4.         Melakukan latihan mengusir stress
5.         Mengubah hal-hal di lingkungan sekitarnya dapat menimbulkan stress
6.         Melakukan penilaian diri
7.         Secara berskala memeriksa dan mengklasrifikasi peranan, tuntutan, keyakinan konseling
8.         Mengikuti terapipersonal
9.         Menyediakan waktu luang dan pribadi
10.     Menjaga sikap yang mengambil jarak ketika bekerja dengan klien
11.     Mempertahankan sikap berpengharapan

C.           Cara Mengembangkan Pribadi Konselor yang diharapkan
Cara mengembangkan pribadi konselor yang diharapkan ada 6 macam, yaitu:
1.             Selaku konselor profesional harus memiliki kesadaran dalam melakukan pekerjaan dengan menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor
Seorang konselor dalam menjalankan tugasnya harus dalam keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai dengan keprofesonalitasnya. Syarat petugas bimbingan, dalam hal ini adalah seorang konselor di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor. Seorang konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh. Banyak penelitian telah dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan oleh seorang konselor. Sifat-sifat kepribadian konselor diantaranya:
a.         Konselor adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.
b.        Konselor menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual dan social.
c.         Konselor menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya.
d.        Konselor memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.
e.         Konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
f.         Konselor cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya.
2.             Kepribadian konselor yang menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, antara lain memiliki kemampuan:
a.         Membedakan perilaku yang menggambarkan pandangan positif
Konselor harus bisa membedakan perilaku klien yang dimana perilaku klien tersebut merupakan sebuah pandangan atau persepsi klien yang bisa diorientasikan sebagai pandangan yang positif. Pandangan positif ini bisa berwujud seperti persepsi-persepsinya konseli mengenai dunia politik, pendidikan, situasi sosial,bencana yang ada di indonesia, dan sebagainya.
Dalam menghadapi konseli yang semacam ini, yaitu konseli yang memandang dunia dengan gambaran pandangan yang positif, konselor harus mampu mengendalikan suasana dan diharapkan mampu memahami apa yang dipikirkan oleh konselinya sehingga proses konseling akan berjalan dengan lancar tanpa ada satu pun kesalah pahaman yang terjadi.
b.        Membedakan perilaku yang menggambarkan pandangan negatif
Seorang konselor dituntut untuk bisa mengerti dan memahami kondisi psikologis konseli, memahami disini bisa diartikan bahwa seorang konselor mampu membedakan pandangan-pangdangan yang diungkapkan konselinya mengenai dunia luar maupun pandangan-pandangannya terhadap dirinya sendiri.
Konselor diharapkan mampu membedakan pandangan-pandangan konseli mana yang negatif dan mana pandangan yang positif sehingga nantinya dalam penanganan terhadap konseli akan lebih efektif.
c.         Membedakan individu yang berpotensi dalam layanan bimbingan dan konseling
Konselor harus mampu membedakan mana konseli yang berpotensi dan mana konseli yang kurang menunjukkan adanya potensi diri. Pengetahuan tentang hal ini bisa membantu konselor dalam menjalankan tugasnya. Dalam elayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin seorang konselor memberikan perlakuan yang sama antara semua konselinya tanpa memperhatikan kondisi psikologis maupun kondisi-kondisi lain yang dimiliki oleh konselinya. Menangani konseli yang memiliki potensi yang tinggi hendaknya berbeda apabila dibandingkan dengan menangani konseli yang memiliki tingkat potensi diri yang lebih rendah. Hal ini tentu saja bukan dengan maksud membeda-bedakan atau pilih kasih terhadap konseli, namun demi keefektifan jalannya proses konseli sendiri.
3.             Konselor yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, antara lain memiliki kemampuan:
a.   Menerapkan perbedaan budaya yang berperspektif gender dalam pelayanan bimbingan dan konseling
Dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling, seeorang harus memperhatikan banyak aspek demi kelancaran dan kelangsungan jalannya konseling. Aspek tersebut diantaranya adalah perbedaan gender. Perbedaan gender melahirkan gender pria dan gender wanita. Masing-masing jenis gender ini memiliki karakteristik psikologis dan fisiologis yang berbeda. Oleh karenanya konselor harus cermat dalam melakukan hal-hal seperti respon terhadap pembicaraan konseli, saran yang akan diberikan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perbedaan karakteristik gender tersebut.
Dengan pengetahuan tentang perbedaan gender yang sudah dimiliki oleh konselor, maka ia akan melaksanakan tugasnya dengan lebih baik. Ia juga tidak akan kaget apabila melihat reaksi-reaksi konseli yang berbeda dengan gender diri konselor. Mengetahui tentang perkembangan psikologis masing-masing gender akan sangat bermanfaat bagi pekerjaan konselor dalam menangani berbagai macam karakteristik konseli yang berbeda-beda.
b.   Menerapkan perbedaan budaya yang berperspektif  hak asasi manusia dalam pelayanan bimbingan dan konseling
Memiliki pengetahuan mengenai hak asasi manusia akan sangan bermanfaat bagi konselor dalam menjalani tugasnya selaku konselor. Dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling akan sangat berguna apabila konselor mengerti dan memahami tentang hak asasi manusia dan kemudian diterapkan pada saat proses konseling.
c.   Menerapkan perbedaan responsif perbedaan budaya konselor dengan konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling
Konselor harus respek terhadap keadaan apa saja yang terjadi pada saat proses konseling. Konseli yang datang kepada konselor tidak menutup kemungkinan berasal dari berbagai latar belakang dan budaya yang berbeda dengan konselor. Dalam kaitannya dengan perbedaan budaya antara konselor dengan konselinya, maka akan sangat bijak bila konselor memberikan respon yang responsif terhadap konseli yang berbeda budaya. Tindakan keresponsifan ini akan membantu konselor memahamii konseli lebih dalam sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kesalahpahaman perspektif atau pandangan antara yang diungkapkan konselor maupun yang diungkapkan konseli.
4.             Konselor yang menunjukkan integritas kepribadian yang kuat adalah ditunjukkan dalam kepribadian antara lain memiliki kemampuan:
a.       Menerapkan toleran terhadap stres yang dialami konseli
Konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang dialami oleh konselinya. Masalah-masalah seperti stres yang dimiliki oleh konselinya hendaknya mampu konselor atasi dengan baik dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
b.      Mengantisipasi berbagai tekanan yang menimpa diri
Sebagai seorang yang memiliki keutuhan atau integritas kepribadian yang kuat, wajar bila seorang konselor mampu melakukan antisipasi terhadap tekanan-tekanan yang menimpa diri konselor sendiri. Tekanan-tekanan ini bisa jadi disebabkan oleh hal yang diluar dugaan dan bisa datang kapan saja tanpa pemberitahuan, oleh karenanya sseorang konselor harus mampu melakukan antisipasi diri terhadap tekanan yang muncul. Bila tekanan yang seperti ini sudah muncul dan konselor kurang mampu mengatasinya, maka bila dibawa pada konseling akan mengganggu mekanisme konseling dikarenakan ketidaksiapan pribadi konselor dalam melaksanakan tuganya.

c.       Melakukan coping terhadap berbagai tekanan yang menimpa diri
Coping merupakan salah satu upaya atau metode yan dilakukan konselor agar konselor mampu menyesuaikan dan mengatasi berbagai macam permasalahan sesuai dengan keadaan dan situasi yang terjadi. Hendaknya konseling ini menerapkan metode coping pada saat ia berhadapan dengan klien dan bisa juga diterapkan konselor pada keadaan yang menimpa dirinya sendiri. Metode ini sangat berguna bagi konselor pada saat ia menjalankan tugasnya karena ia mampu mengatasi berbagai macam keadaan yang ia hadapi.
5.             Konselor yang memiliki kesadaran terhadap komitmen profesional antara lain emiliki kemampuan:
a.       Dapat menjelaskan dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional
Seorang konselor pada dasarnya sama seperti manusia pada umumnya. Yang membedakan seorang konselor dengan manusia yang pada umumnya adlah profesi yang digelutinya. Profesi yang digeluti adalah konseling yang bertrayek pada area konseling. Meskipun seorang konselor memiliki keahlian yang lebih diantaranya manusia yang lainnya, namun konselor juga manusia biasa yang memiliki kekurangan-kekurangan ynag wajar. Dengan mengetahui apa yang menjadi keterbatasan dan kekurangan diri konselor, maka hendaknya ia termotivasi untuk lebih meningkatkan dan mengelola kekuatan atau kelebihan yang dimilikinya secara maksimal demi keprofesionalitas dalam menjalankan tugasnya sebagai konselor.
b.      Dapat menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kewenangan profesional konselor
Konselor yang profesional selayaknya mampu mematuhi komitmen profesional yang ia miliki. Dengan komitmen tersebut, menunjukkan bahwa ia akan melaksanakan tugasnya sebagai konselor semampu yang ia bisa lakukan dan sesuai dengan kewenangan yang ia miliki sebagai konselor yang profesional. Apabila ia melaksanakan konseling dengan konseli yang diluar kewenangannya, maka ia sudah melanggar kode etik konselor dan sudah bersikap tidak profesional. Oleh sebab itu, seorang konselor harus berhati-hati dalam menjalankan
c.       Berupaya meningkatkan kopetensi akademik dan profesional diri
Atas dasar konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dimaksud, sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan kompetensi profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah (scientific basic) dan kiat (arts) pelaksanaan layanan profesional bimbingan dan konseling. Landasan ilmiah inilah yang merupakan khasanah pengetahuan dan keterampilan yang digunakan oleh konselor (enabling competencies) untuk mengenal secara mendalam dari berbagai segi kepribadian konseli yang dilayani, seperti dari sudut pandang filosofis, pedagogis, psikologis, antropologis, dan sosiologis. Landasan-landasan tersebut dipergunakan untuk mengembangkan berbagai program, sarana dan prosedur yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, baik yang berkembang dari hasil-hasil penelitian maupun dari pencermatan terhadap praksis di bidang bimbingan dan konseling termasuk di Indonesia, sepanjang perkembangannya sebagai bidang pelayanan profesional.
Kompetensi Akademik calon konselor meliputi kemampuan (a) memahami konseli yang hendak dilayani, (b) menguasai khasanah teoretik, konteks, asas, dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, (c) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (d) mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung. Pembentukan kompetensi akademik calon konselor ini dilakukan melalui proses pendidikan formal jenjang S-1 dalam bidang bimbingan dan konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling, dengan gelar akademik disingkat S.Pd.
Kompetensi profesional yang utuh merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh melalui pendidikan akademik yang telah disebutkan, melalui latihan yang relatif lama serta beragam situasinya dalam konteks otentik di lapangan yang dikemas sebagai Pendidikan Profesional Konselor, di bawah penyeliaan konselor senior yang bertindak sebagai pembimbing atau mentor. Keberhasilan menempuh dengan baik program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) ini bermuara pada penganugerahan sertifikat profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan Sertifikat Konselor, dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons. Oleh karena itu, kedua jenis kemampuan yaitu kemampuan akademik dan kiat profesional, adalah ibarat 2 sisi yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan.
Seorang guru pembimbing atau konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau sekurang-kurannya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling.
Seorang guru pembimbing atau konselor nonprofessional yakni alumni fakultas keguruan atau tarbiyah dapat diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus mengikuti terlebih dahulu pendidikan tambahan (pendididkan profesi) dalam bidang bimbingan dan konseling.
Syarat pendidikan berkenaan dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau konselor. Konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan, dan konseling keterampilan komunikasi sosial dan konseling.
Seorang pembimbing harus memiliki kemampuan (kompetensi). konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnyamengembangkan potensi individu secara positif. Keprofesionalitas konselor diantaranya dapat ditunjukkan dengan hal-hal tersebut diatas.
6.             Komitmen profesional konselor terhadap komitmen etika profesional antara lain meiliki kemampuan:
a.       Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan
Konselor yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain. Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada klien. Bila pengiriman ke ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya keahlian yang relevan. Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan buruknya.
Konselor harus bersedia merujuk konselor lain untuk klien apabila ia merasa tidak mampu menangani seorang klien yang datang kepadanya. Sebagai konselor, kita dituntut untuk mampu bersikap demikian. Seorang konselor tidak bisa menangani konselinya karena beberapa alasan, misalnya jika kasusnya atau akibatnya bisa menimbulkan sesuatu yang tidak baik (misalnya pada kasus-kasus histeria), atau kita merasa bahwa dia akan lebih baik ditangani seorang konselor wanita, dan sebagainya.
Dengan keahlian yang ada, kita bisa melihat bahwa klien ini sebaiknya kita "refered" ke orang lain. Itu tindakan profesional. Misalnya, jika saya melihat klien ini tidak bisa maju-maju sepanjang konseling dengan saya (konseling juga menyangkut soal kecocokan) atau sukses konseling itu kecil, saya wajib mengarahkan dia ke konselor lain. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban seorang konselor. Walaupun kita begitu tertarik pada kasusnya, janganlah merasa kecewa sekiranya kita tidak bisa menangani dia. Dia mungkin tidak cocok dengan kita. Setiap konselor harus memprediksi sukses suatu konseling, hingga sejauh mana bisa berhasil. Kita harus membangun sikap profesional, bukan semata-mata karena keinginan untuk membantu atau tertarik.
b.      Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, seorang konselor harus berdikap profesional dalam pekerjaannya. Sikap profesional ini diantaranya ditandai dengan mendahulukan kepentingan pribadi konseli. Apabila konselor mendahulukan kepentingan pribadinya dibanding kepentingan konseli, maka ia dianggap gagal menjalankan tugasnya sebagai seorang konselor, karena ia telah melanggar salah satu aturan yang terpenting dalam etika konseling.
c.       Menjaga kerahasiaan konseli
Konseli menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
D.           Profil Seorang Konselor
            Profil yang menampilkan ciri-ciri seorang konselor yang dikenal sejak lama. Tahun 1994 Graves telah menunjukkan bahwa seorang konselor hendaknya memilki integritas dan vitalitas, gesit, dan terampil, memiliki kemampuan menilai dan memperkirakan secara tajam, standar personal yang tinggi, terlatih dan berpengalaman luas. Dowson (1984) melihat bahwa konselor perlu memilki ciri-ciri objektif, menghormati anak, memahami dirinya sendiri, matang dalam menilai dan memperkirakan, mampu mendengar dan menyimpan rahasia, teguh dalam pendirian, mempunyai rasa humor, mampu mengeritik secara membangun, serta memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasikan. Pada itu juga telah dikenal 24 ciri yang menonjol dari seorang konselor, diantaranya : jujur, setia, sehat, berkepribadian dan berwatak baik, memiliki filsafat hidup yang mantab, serta mamiliki sikap bahwa apa yang dilakukannya itu merupakan suatu hal yang harus dilakukannya.
            Konselor juga digambarkan sebagai orang yang memiliki sifat-sifat kewanitaan atau keibuan (Farson, 1954), seperti lembut, menyenangkan, suka memberi dan tidak banyak menuntut dan sebagainya. Rumusan yang diberikan oleh ASCA (1964) tentang sifat dasar dan pekerjaan konselor ialah sebagai “ misi dengan keterkaitannya yang mendalam terhadap nilai-nilai kemanusiaan”.
            Munro, Manthei, dan small (1979) mengutarakan beberapa hal yang menyangkut profil konselor. Mereka menyatakan bahwa walaupun tidak ada pola yang tegas tentang sifat-sifat atau cirri-ciri kepribadian yang harus dimiliki oleh konselor yang efektif, tetap sekurang-kurangnya seorang konselor haruslah memiliki sifat-sifat luwes, hangat, dapat menerima orang lain, terbuka, dapat merasakan penderitaan orang lain, mengenal dirinya sendiri, tidak berpura-pura, menghargai orang lain, tidak mau menang sendiri dan objektif.



BAB III
PENUTUP
A.           Simpulan
Konselor yang memiliki kepribadian yang utuh, yaitu konselor yang tidak mudah terpengaruh oleh suasana yang timbul pada saat konseling. Konselor seperti ini adalah konselor yang dapat mengendalikan dirinya dari pengaruh suasana hati yang dialaminya sebagai konselor atau sebagai anggota keluarga atau masyarakat. Konselor juga harus punya karakter untuk membentuk kepribadian yang dapat ditiru oleh orang lan khususnya para siswa, membiasakan untuk mempunyai etika da eriked yang bagus dalam kehidupan sehari-hari. 
Profil Guru BK atau Konselor Sekolah adalah guru yang memiliki standar kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling atau berpendidikan Profesi Konselor. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK) telah disusun oleh BSNP dan ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008, bagi Konselor yang telah memenuhi SKAKK harus mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan beban kerja yang diamanatkan yaitu mencakup kegiatan; merencanakan program, melaksanakan, menilai, menganalisis serta menindaklanjuti hasil analisis evaluasi kegiatan bimbingan dan konseling.
B.            Saran
Dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.




DAFTAR PUSTAKA


 Fenti Hikmawati. 2011. Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 

Hartono, Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana 
Prayitno, Erman Amti. 2009. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta
Retno Tri Hariastuti. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Surabaya: University Press 
Retno Tri Hariastuti. 2007. Keterampilan-keterampilan Dasar dalam Konseling. Surabaya:
University Press

Sumadi Suryabrata. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Tersedia dari Internet:
berprilaku-etik/
http://blognaeka.blogspot.com/2012/05/profil-konselor-yang-profesional-upaya.html
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/profil-seorang-konselor.html