MAKALAH
PENGEMBANGAN PRIBADI KONSELOR
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan
Pribadi Konselor
Dosen
Pengampu: Drs. Suradi
SA., M.Si
Oleh:
BIMBINGAN & KONSELING/A1
KELOMPOK
9
ANGGOTA
:
1. Sonya Mulan Sari (12-500-0004)
2.
Dewi Wulandari (12-500-0025)
3.
Ainur Fadlila (12-500-0049)
4.
Dian Aulia (12-500-0057)
5.
Arima Tri Octavia (12-500-0074)
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan
kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan inayah-Nya sehingga dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengembangan Kepribadian Konselor”
ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penyusun ingin
memberikan informasi kepada pembaca terkait dengan pengembangan pribadi
konselor supaya menjadikan kinerja konselor menjadi maksimal dalam memberikan
layanan Bimbingan dan Konseling kepada klien. Penyusun menyadari penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna. oleh karena itu, penyusun mengharapkan
saran dan kritik yang membangun.
Akhirnya, penyusun berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan - rekan semua.
Surabaya,
Juni 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Layanan bimbingan dan konseling di
sekolah dasar merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya
menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan siswa yang
bersangkutan. Layanan bimbingan dan konseling bertujuan agar para siswa dapat
mewujudkan diri sebagai pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, pelajar yang
kreatif dan pekerja produktif.
Dalam undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Pasal 1 ayat 13, mencantumkan
bahwa saat ini konselor merupakan salah satu tenaga pendidik. Yang mana hal
tersebut merupakan indikator secara tidak langsung bahwa konselor sudah mulai
di butuhkan dalam suatu intitusi pendidikan. Maka dari itu, hal ini perlu
diperhatikan dengan diperlukannya suatu klasifikasi khusus akan konselor
sebagai tenaga pendidik ini, sebagai upaya dalam membangun profesi konselor
yang professional. Selain itu dalam pencapaiannya sebagai suatu profesi yang
professional, Beberapa dari hasil penelitian menunjukan, kualitas pribadi
konselor menjadi faktor penentu bagi pencapain konseling yang efektif, di
samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan
teurapeutik atau konseling. Hal ini juga merupakan faktor pendukung bagi
tercapainya suatu profesi konselor yang professional.
Kegiatan
konseling yang dilakukan oleh setiap konselor tentunya tidak akan terlepas dari
berbagai aspek penting mengenai komunikasi. Suatu komunikasi yang baik tidak
akan tercapai bila tidak adanya rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Ketercapaian rasa saling percaya ini dapat tercapai dengan pengetahuan/
keterampilan, dan kepribadian yang dimiliki oleh konselor. Kualitas
hubungan dalam proses bimbingan dan konseling sangat dipengaruhi oleh kualitas
pribadi konselor (Guru Pembimbing). Kepribadian konselor merupakan intervensi
utama, karena seseorang tidak akan dapat memberikan bantuan tanpa memiliki
kepribadian membantu. Konselor menciptakan dan mengembangkan interaksi yamng
membantu peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi secara optimal,
mengembangkan pribadi yang utuh dan sehat, serta menampilkan prilaku efektif,
kreatif, produkti dan adjusted.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, bahwa sesungguhnya masalah yang terjadi dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apa
pengertian pribadi konselor?
2. Bagaimana
menjadi pribadi konselor
yang diharapkan?
3. Bagaimana
cara mengembangkan pribadi konselor yang diharapkan?
4. Bagaimana
profil seorang konselor?
C.
Tujuan
- Mengetahui pengertian pribadi konselor yang efektif.
- Mengetahui kepribadian konselor yang diharapkan.
- Mengetahui cara mengembangkan pribadi konselor yang diharapkan.
- Mengetahui profil seorang konselor.
D.
Metode
Dalam penyusunan
makalah ini, kami menggunakan literatur buku dan juga intenet sebagai sumber
kami dalam mendapatkan informasi tentang makalah pengembangan pribadi konselor.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pribadi Konselor
Seorang konselor tidak dilahirkan dan juga bukan
karena penddidikan dan latihan profesionalnya semata-mata. Menjadi konselor
berkembang melalui proses yang panjang, dimulai dengan mempelajari berbagai
teori dan latihan serta berusaha belajar dari pengalaman praktek konselingnya
(Nelson-Jones, 1997). Menjadi konselor yang baik yaitu konselor yang efektif,
perlu mengenal diri sendiri, mengenal klien, memaham maksud dan tujuan
konseling, serta menguasai proses konseling. Salah satu pengenalan diri sendiri
adalah pemahaman perasaan-perasaan dan sikap-sikap diri sendiri pada waktu
memulai pendidikan menjadi konselor (Geldard, 1989). Perasaan dan sikap
seseorang pada awal pendidikan danlatiha untuk menjadi konselor sangat berbeda
dengan perasaan dan sikapnya sesudah menjadi seorang konselor yang efektif.
Perasaan dan sikap awal tersebutmerupakan motivator untuk terus berkembang.
Agar dapat memenuhi kebutuhan konseli seorang konselor
harus memiliki pemahaman tentang maksud dan tujuan proses konseling. Menjadi
konselor yang efektif perlu mengetahui makna efektif dalam konseling. Menilai
efektifitas konseling biasanya sangat subyektif dan mempunyai dua perspektif,
yaitu perspektif konselor dan konseli. Keduanya dapat berbeda karena
masing-masing mempunyai harapan yang berbeda.
Salah satu cara untuk memaham perspektif konseli ialah
memahami alasan-alasan konseli untuk memperoleh konseling. Diantara mereka ada
yang memiliki harapan yang realistis dan ada pula yang tidak realistis. Bahkan
ada yang mengharapkan agar konselor memberikan petunjuk paktis, karena mengira
dengan mengikuti petunjuk konselor masalah yang dihadapinya dapat diselesaikan.
Memberikan petunjuk mengandung resiko baik untuk koseli maupun konselor.
1.
Umumnya
konseli merasa tidak senang jika diberi petunjuk atau saran oleh orang lain
sehingga dapat mendatangkan pengaruh terbalik.
2.
Jika
saran yang diberikan tidak menyelesaikan masalah akan mengurangi kepercayaan
konseli kepada konselor sehingga konseli tidak terbuka mengenai dirinya
sendiri.
3.
Jika
petunjuk memberikan pengaruh positif untuk jangka pendek, saran atau petunjuk
akan menimbulkan ketergantungan konseli kepada konselor karena tidak mampu
berdiri sendiri.
Seorang konselor yang
efektif, perlu memiliki pandangan atau pikiran yang jelas tentang maksud dan
tujuan-tujuan konseling. Beberapa tujuan konseling adalah:
1.
Membantu
konseli merasa baik
2.
Membantu
konseli merasa percaya diri (self-reliant)
3.
Memperoleh
keterampilan-keterampilan untuk menghadapi situasi pada saat ini dan di
kemudian hari dalam cara-cara yang konstruktif
Agar harapan dan kebutuhan konseli dapat terpenuhi
oleh konselor, maka pendekatan yang dapat dilakukan adalah pembahasan tujuan
konseling secara terbuka. Atas dasar hasil pembahasan tersebut dilakukan
penyusunan program konseling yang disepakati bersama oleh konselor dan konseli
(Nelson-Jones, 1997).
Aspek kunci lainnya dalam konseling yang efektif
adalah hubungan konseling, yaitu kualitas hubungan antara konselor
dengan konseli. Konsep Carl Rogers tentang hubungan konseling merupakan konsep
yang kuat dan berguna, dan perlu dipahami oleh calon konselor. Jika pola
konseling Rogerian telah dikembangkan, keterampilan lainnya dapat ditambah dan
disatu padukan dalam khasanah konseling masing-masing konselor.
Carl Rogers menyebutkan tiga kualitas utama yang diperlukan
seorang konselor agar konselingnya efektif yaitu:
1.
Konselor
yang memiliki kualitas kongruen, yaitu seorang konselor yang dalam perilaku
hidupnya menunjukkan sebagai dirinya sendiri yang asli, utuh, dan menyeluruh,
baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan profesionalnya. Konselor
tidak pura-pura atau memakai kedok untuk menyembunyikan keaslian dirinya.
2.
Konselor
yang memiliki kualitas empati, dapat merasakan pikiran dan perasaan orang
lain dan ada rasa kebersamaan dengan konseli. Konselor memahami jalur jalan dan
liku-liku yang dilalui konseli dan bersimpati padanya, berjala bersama
dengannya sebagai teman sejalan.
3.
Konselor
memberikn perhatian positif tanpa syarat. Konselor dapat menerima konseli
sebagaimana adanya dengan segala kelemahan dan kekuatannya, sikap dan
keyakinannya, termasuk perilakunya yang mungkin memuakkan bagi orang lain.
Konselor menerima konseli tanpa memberikan penilaian (non judgmental). Hal ini
tidak mudah untuk dicapai. Oleh karena itu diperlukan pengalaman dan kesabaran,
serta pengenalan diri sendiri lebih dahulu.
Ciri-ciri penting yang sebenarnya juga merupakan
ciri-ciri seorang guru atau pendidik adalah sebagai berikut:
1.
Beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan YME
2.
Berpandangan
positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral,
individual, dan sosial
3.
Menghargai
harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta bersikap demokratis
4.
Menampilkan
nilai, norma, dan moral yang berlaku dan berakhlak mulia
5.
Menampilkan
integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan emosional
6.
Cerdas,
kreatif, mandiri, dan berpenampilan menarik
Disamping
ciri-ciri kepribadian yang dipaparkan diatas, terdapat beberapa ciri-ciri atau
karakteristik konselor yang lebih khusus. Ciri-ciri penting tersebut
dikemukakan antara lain oleh Corey (1977: 234-235) sebagai berikut:
1. Memiliki
cara-cara sendiri
2. Memiliki
kehormatan diri dan apresiasi diri
3. Mempunyai
kekuatan yang utuh
4. Terbuka
terhadap perubahan
5. Terlibat
dalam proses-proses perkembangan kesadaran diri
6. Mau
dan mampu menerima dan memberikan toleransi
7. Memiliki
identitas diri
8. Mempunyai
rasa empati yang tidak posesif
9. Hidup
10. Otentik
11. Memberi
dan menerima kasih sayang
12. Hidup
pada masa kini
13. Dapat
berbuat salah dan maub mengakui kesalahan
14. Dapat
terlibat secara mendalam dengan pekerjaan-pekerjaan kreatif
B.
Kepribadian
Konselor yang diharapkan
Kepribadian
konselor adalah suatu hal yang sangat penting dalam konseling. Seorang konselor
haruslah dewasa, ramah, dan bisa berempati. Mereka harus altruistik (peduli
pada kepentingan orang lain) dan tidak mudah marah atau frustasi. Sayangnya
masih ada saja beberapa orang yang ingin terlibat dalam profesi konseling
dengan alasan yang salah.
1.
Motivator
negatif menjadi konselor
Tidak semua
orang yang ingun menjadi konselor atau mendaftar ke program pendidikan
konselor, harus masuk ke dalam bidang ini. Alasannya terkait dengan motivasi
dibalik keinginan mereka dalam mengejar profesi ini, dan ketidak cocokan
kepribadian (karakter) si calon konselor dengan apa yang dituntut oleh profesi
konseling.
Sejumlah
mahasiswa yang “tertarik terhadap konseling profesional ternyata mempunyai
masalah kepribadian dan adaptasi yang cukup serius” (Witmer dan Young, 1996, P
142). Kebanyakan dari mereka memutuskan untuk mengejar karier lain sebelum
menyelesaiakan program persiapan konselor. Bagaiamanapun juga, sebelum
mendaftarkan diri pada program studi ini kandiddat program konseling seharusnya
memriksa alasan mereka. Menurut Guy (1987), motivator yang menghalangi
kandiddat menjadi konselor adalah sebagai berikut:
a. Distres emosi
b. Vicarious coping
c. Kesepian dan isolasi
d. Keinginan untuk berkuasa
e. Keinginan untuk dicintai
f. Vicarious Rebellion
2.
Kualitas
Kepribadian Konselor Efektif
Dari sekian banyak factor fungsional dan positif yang
memotivasi seorang individu untuk mengajar karier dalam bidang konseling dan
membuat mereka pas dalam profesi tersebut, ada beberapa kualitas berikut
seperti diuraikan oleh Foster (1996) dan Guy (1997). Meskipun daftar ini tidak
sepenuhnya mendalam, daftar ini menjelaskan apek-aspek dari kehidupan pribadi
seseorang yang membuat dia cocok berperan sebagai seorang konselor.
- Keingin-tahuan dan kepedulian
- Kemampuan mendengarkan
- Suka berbincang
- Empati dan pengertian
- Menahan emosi
- Intropeksi
- Kapasitas menyangkal diri
- Toleransi keakraban
- Mampu berkuasa
- Mampu tertawa
j.
Kemampuan konselor untuk bekerja dari perspektif
pengalaman emosional yang sudah teratasi, yang membuat seseorang peka terhadap
diri sendiri dan orang lain adalah karakter yang disebut Rollo May sebagai
penyembuh luka (May, Remen, Young, &Berland, 1985). Hal ini merupakan
fenomena paradox. Individu yang pernah tersakiti dan mampu mengatasi rasa sakit
tersebut serta memperoleh wawasan untuk diri sendiri dan dunia, akan mampu
menolong orang lain yang berjuang untuk mengatasi masalah emosionalnya (Miller,
Wagner, Britton 7 Gridley, 1998).
Konselor yang efektif adalah orang yang mampu
mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan ilmiah ke dalam kehidupan mereka.
Dengan demikian, mereka mampu mencapai keseimbangan interpersonal dan
kompetensi teknis (Cormier 7 Cormier, 1998). Kualitas tambahan dari konselor
yang efektif meliputi:
a.
Kompetensi
intelektual
b.
Energi
c.
Keluwesan
d.
Dukungan
e.
Niat
baik
f.
Kesadaran
Menjaga
Efektivitas sebagai Konselor
Cara lain yang digunakan
konsleor efektif untuk menjaga kesehatan da kesejahteraanya adalah dengan
melakukan tindakan preventif untuk menghindari masalah-masalah perilaku seperti
burnout (Grosch 7 Olsen, 1994). Burnout adalah terkurasnya kondisi
jasmani atau rohani seseorang, sehingga tidak mampu berfungsi sebagaimanan
mestinya. Dalam kondisi terkuras, seorang konselor akan memiliki konsep diri
yang negative, oerialku kerja yang negative, dan bahkan kehilangan kepedulian,
perasaan dan perhatian terhadap orang lain (Lambie 2007).
Untuk menghindari burnout, konselor perlu mengubah
lingkungan disekitarnya, termasuk factor-faktor individual dan interpersonal
yang terdapat didalamnya (Wilkerson 7 Beilini, 2006). Sebagai cintoh, konselor
terkadang harus keluar dari peran profesionalnya dan mengembangkan hobi di luar
konseling. Cara lain yang bisa digunakan untuk menghindari atau mengurangi burnout adalah:
1.
Menjalin
hubunga dengan individu yang sehat jasmani dan rohani
2.
Bekerja
sama dengan sejawat dan organisasi yang memiliki komitmen dan misi yang jelas
3.
Menggunakan
teori-teori konseling yang ada
4.
Melakukan
latihan mengusir stress
5.
Mengubah
hal-hal di lingkungan sekitarnya dapat menimbulkan stress
6.
Melakukan
penilaian diri
7.
Secara
berskala memeriksa dan mengklasrifikasi peranan, tuntutan, keyakinan konseling
8.
Mengikuti
terapipersonal
9.
Menyediakan
waktu luang dan pribadi
10.
Menjaga
sikap yang mengambil jarak ketika bekerja dengan klien
11.
Mempertahankan
sikap berpengharapan
C.
Cara
Mengembangkan Pribadi Konselor yang diharapkan
Cara mengembangkan
pribadi konselor yang diharapkan ada 6 macam, yaitu:
1.
Selaku
konselor profesional harus memiliki kesadaran dalam melakukan pekerjaan dengan
menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor
Seorang konselor dalam menjalankan
tugasnya harus dalam keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai
dengan keprofesonalitasnya. Syarat petugas bimbingan, dalam hal ini adalah
seorang konselor di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor.
Seorang konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian konselor
sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh. Banyak penelitian
telah dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan
oleh seorang konselor. Sifat-sifat kepribadian konselor diantaranya:
a.
Konselor adalah pribadi yang intelegen,
memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu
memecahkan masalah secara logis dan persetif.
b.
Konselor menunjukkan minat kerja sama
dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan
pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual
dan social.
c.
Konselor menampilkan kepribadian yang
dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan
kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik
profesionalnya.
d.
Konselor memiliki nilai-nilai yang
diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam
situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.
e.
Konselor menunjukkan sifat yang penuh
toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan untuk
menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan
aspek kehidupan pribadinya.
f.
Konselor cukup luwes untuk memahami dan
memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa
klien menyesuaikan dirinya.
2.
Kepribadian
konselor yang menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, antara
lain memiliki kemampuan:
a.
Membedakan perilaku yang menggambarkan
pandangan positif
Konselor
harus bisa membedakan perilaku klien yang dimana perilaku klien tersebut
merupakan sebuah pandangan atau persepsi klien yang bisa diorientasikan sebagai
pandangan yang positif. Pandangan positif ini bisa berwujud seperti
persepsi-persepsinya konseli mengenai dunia politik, pendidikan, situasi sosial,bencana
yang ada di indonesia, dan sebagainya.
Dalam
menghadapi konseli yang semacam ini, yaitu konseli yang memandang dunia dengan
gambaran pandangan yang positif, konselor harus mampu mengendalikan suasana dan
diharapkan mampu memahami apa yang dipikirkan oleh konselinya sehingga proses
konseling akan berjalan dengan lancar tanpa ada satu pun kesalah pahaman yang
terjadi.
b.
Membedakan perilaku yang menggambarkan
pandangan negatif
Seorang
konselor dituntut untuk bisa mengerti dan memahami kondisi psikologis konseli,
memahami disini bisa diartikan bahwa seorang konselor mampu membedakan
pandangan-pangdangan yang diungkapkan konselinya mengenai dunia luar maupun
pandangan-pandangannya terhadap dirinya sendiri.
Konselor
diharapkan mampu membedakan pandangan-pandangan konseli mana yang negatif dan
mana pandangan yang positif sehingga nantinya dalam penanganan terhadap konseli
akan lebih efektif.
c.
Membedakan individu yang berpotensi
dalam layanan bimbingan dan konseling
Konselor
harus mampu membedakan mana konseli yang berpotensi dan mana konseli yang
kurang menunjukkan adanya potensi diri. Pengetahuan tentang hal ini bisa
membantu konselor dalam menjalankan tugasnya. Dalam elayanan bimbingan dan
konseling tidak mungkin seorang konselor memberikan perlakuan yang sama antara
semua konselinya tanpa memperhatikan kondisi psikologis maupun kondisi-kondisi
lain yang dimiliki oleh konselinya. Menangani konseli yang memiliki potensi
yang tinggi hendaknya berbeda apabila dibandingkan dengan menangani konseli
yang memiliki tingkat potensi diri yang lebih rendah. Hal ini tentu saja bukan
dengan maksud membeda-bedakan atau pilih kasih terhadap konseli, namun demi
keefektifan jalannya proses konseli sendiri.
3.
Konselor
yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, antara lain memiliki
kemampuan:
a. Menerapkan
perbedaan budaya yang berperspektif gender dalam pelayanan bimbingan dan
konseling
Dalam
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling, seeorang harus memperhatikan
banyak aspek demi kelancaran dan kelangsungan jalannya konseling. Aspek
tersebut diantaranya adalah perbedaan gender. Perbedaan gender melahirkan
gender pria dan gender wanita. Masing-masing jenis gender ini memiliki
karakteristik psikologis dan fisiologis yang berbeda. Oleh karenanya konselor
harus cermat dalam melakukan hal-hal seperti respon terhadap pembicaraan
konseli, saran yang akan diberikan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
perbedaan karakteristik gender tersebut.
Dengan
pengetahuan tentang perbedaan gender yang sudah dimiliki oleh konselor, maka ia
akan melaksanakan tugasnya dengan lebih baik. Ia juga tidak akan kaget apabila
melihat reaksi-reaksi konseli yang berbeda dengan gender diri konselor.
Mengetahui tentang perkembangan psikologis masing-masing gender akan sangat
bermanfaat bagi pekerjaan konselor dalam menangani berbagai macam karakteristik
konseli yang berbeda-beda.
b. Menerapkan
perbedaan budaya yang berperspektif hak asasi manusia dalam pelayanan
bimbingan dan konseling
Memiliki
pengetahuan mengenai hak asasi manusia akan sangan bermanfaat bagi konselor
dalam menjalani tugasnya selaku konselor. Dalam memberikan pelayanan bimbingan
dan konseling akan sangat berguna apabila konselor mengerti dan memahami
tentang hak asasi manusia dan kemudian diterapkan pada saat proses konseling.
c. Menerapkan
perbedaan responsif perbedaan budaya konselor dengan konseli dalam pelayanan
bimbingan dan konseling
Konselor
harus respek terhadap keadaan apa saja yang terjadi pada saat proses konseling.
Konseli yang datang kepada konselor tidak menutup kemungkinan berasal dari
berbagai latar belakang dan budaya yang berbeda dengan konselor. Dalam
kaitannya dengan perbedaan budaya antara konselor dengan konselinya, maka akan
sangat bijak bila konselor memberikan respon yang responsif terhadap konseli
yang berbeda budaya. Tindakan keresponsifan ini akan membantu konselor
memahamii konseli lebih dalam sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan seperti kesalahpahaman perspektif atau pandangan antara yang
diungkapkan konselor maupun yang diungkapkan konseli.
4.
Konselor
yang menunjukkan integritas kepribadian yang kuat adalah ditunjukkan dalam
kepribadian antara lain memiliki kemampuan:
a. Menerapkan
toleran terhadap stres yang dialami konseli
Konselor
menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang dialami
oleh konselinya. Masalah-masalah seperti stres yang dimiliki oleh konselinya
hendaknya mampu konselor atasi dengan baik dan ia memiliki kemampuan untuk
menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan
aspek kehidupan pribadinya.
b. Mengantisipasi
berbagai tekanan yang menimpa diri
Sebagai
seorang yang memiliki keutuhan atau integritas kepribadian yang kuat, wajar
bila seorang konselor mampu melakukan antisipasi terhadap tekanan-tekanan yang
menimpa diri konselor sendiri. Tekanan-tekanan ini bisa jadi disebabkan oleh
hal yang diluar dugaan dan bisa datang kapan saja tanpa pemberitahuan, oleh
karenanya sseorang konselor harus mampu melakukan antisipasi diri terhadap
tekanan yang muncul. Bila tekanan yang seperti ini sudah muncul dan konselor
kurang mampu mengatasinya, maka bila dibawa pada konseling akan mengganggu
mekanisme konseling dikarenakan ketidaksiapan pribadi konselor dalam
melaksanakan tuganya.
c. Melakukan
coping terhadap berbagai tekanan yang menimpa diri
Coping
merupakan salah satu upaya atau metode yan dilakukan konselor agar konselor
mampu menyesuaikan dan mengatasi berbagai macam permasalahan sesuai dengan
keadaan dan situasi yang terjadi. Hendaknya konseling ini menerapkan metode
coping pada saat ia berhadapan dengan klien dan bisa juga diterapkan konselor
pada keadaan yang menimpa dirinya sendiri. Metode ini sangat berguna bagi
konselor pada saat ia menjalankan tugasnya karena ia mampu mengatasi berbagai
macam keadaan yang ia hadapi.
5.
Konselor
yang memiliki kesadaran terhadap komitmen profesional antara lain emiliki
kemampuan:
a. Dapat
menjelaskan dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional
Seorang
konselor pada dasarnya sama seperti manusia pada umumnya. Yang membedakan
seorang konselor dengan manusia yang pada umumnya adlah profesi yang
digelutinya. Profesi yang digeluti adalah konseling yang bertrayek pada area
konseling. Meskipun seorang konselor memiliki keahlian yang lebih diantaranya
manusia yang lainnya, namun konselor juga manusia biasa yang memiliki
kekurangan-kekurangan ynag wajar. Dengan mengetahui apa yang menjadi
keterbatasan dan kekurangan diri konselor, maka hendaknya ia termotivasi untuk
lebih meningkatkan dan mengelola kekuatan atau kelebihan yang dimilikinya secara
maksimal demi keprofesionalitas dalam menjalankan tugasnya sebagai konselor.
b. Dapat
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kewenangan
profesional konselor
Konselor
yang profesional selayaknya mampu mematuhi komitmen profesional yang ia miliki.
Dengan komitmen tersebut, menunjukkan bahwa ia akan melaksanakan tugasnya
sebagai konselor semampu yang ia bisa lakukan dan sesuai dengan kewenangan yang
ia miliki sebagai konselor yang profesional. Apabila ia melaksanakan konseling
dengan konseli yang diluar kewenangannya, maka ia sudah melanggar kode etik
konselor dan sudah bersikap tidak profesional. Oleh sebab itu, seorang konselor
harus berhati-hati dalam menjalankan
c. Berupaya
meningkatkan kopetensi akademik dan profesional diri
Atas
dasar konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dimaksud, sosok utuh
kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan kompetensi profesional
sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah
(scientific basic) dan kiat (arts) pelaksanaan layanan profesional bimbingan
dan konseling. Landasan ilmiah inilah yang merupakan khasanah pengetahuan dan
keterampilan yang digunakan oleh konselor (enabling competencies) untuk
mengenal secara mendalam dari berbagai segi kepribadian konseli yang dilayani,
seperti dari sudut pandang filosofis, pedagogis, psikologis, antropologis, dan
sosiologis. Landasan-landasan tersebut dipergunakan untuk mengembangkan
berbagai program, sarana dan prosedur yang diperlukan untuk menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling, baik yang berkembang dari hasil-hasil
penelitian maupun dari pencermatan terhadap praksis di bidang bimbingan dan
konseling termasuk di Indonesia, sepanjang perkembangannya sebagai bidang
pelayanan profesional.
Kompetensi
Akademik calon konselor meliputi kemampuan (a) memahami konseli yang hendak
dilayani, (b) menguasai khasanah teoretik, konteks, asas, dan prosedur serta
sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling,
(c) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan
(d) mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan yang
dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung. Pembentukan
kompetensi akademik calon konselor ini dilakukan melalui proses pendidikan
formal jenjang S-1 dalam bidang bimbingan dan konseling, yang bermuara pada
penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan dalam bidang bimbingan dan
konseling, dengan gelar akademik disingkat S.Pd.
Kompetensi
profesional yang utuh merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan
konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan
menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh melalui pendidikan akademik
yang telah disebutkan, melalui latihan yang relatif lama serta beragam
situasinya dalam konteks otentik di lapangan yang dikemas sebagai Pendidikan
Profesional Konselor, di bawah penyeliaan konselor senior yang bertindak
sebagai pembimbing atau mentor. Keberhasilan menempuh dengan baik program
Pendidikan Profesi Konselor (PPK) ini bermuara pada penganugerahan sertifikat
profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan Sertifikat Konselor, dengan
gelar profesi Konselor, disingkat Kons. Oleh karena itu, kedua jenis
kemampuan yaitu kemampuan akademik dan kiat profesional, adalah ibarat 2 sisi
yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan.
Seorang
guru pembimbing atau konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan
profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau
sekurang-kurannya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan
dan konseling.
Seorang
guru pembimbing atau konselor nonprofessional yakni alumni fakultas keguruan
atau tarbiyah dapat diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus
mengikuti terlebih dahulu pendidikan tambahan (pendididkan profesi) dalam
bidang bimbingan dan konseling.
Syarat
pendidikan berkenaan dengan keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau
konselor. Konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling,
tetapi juga harus memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan, dan konseling
keterampilan komunikasi sosial dan konseling.
Seorang
pembimbing harus memiliki kemampuan (kompetensi). konselor dituntut untuk
memiliki berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau
konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat
seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah
yang mendorong seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa,
selanjutnyamengembangkan potensi individu secara positif.
Keprofesionalitas konselor diantaranya dapat ditunjukkan dengan hal-hal
tersebut diatas.
6.
Komitmen
profesional konselor terhadap komitmen etika profesional antara lain meiliki
kemampuan:
a. Melaksanakan
referal sesuai dengan keperluan
Konselor
yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara
tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan
itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan
kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru
pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan
lain-lain. Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila
dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada klien. Bila pengiriman ke
ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada
klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang
punya keahlian yang relevan. Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm
ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor
mempertimbangkan apa baik dan buruknya.
Konselor
harus bersedia merujuk konselor lain untuk klien apabila ia merasa tidak mampu
menangani seorang klien yang datang kepadanya. Sebagai konselor, kita dituntut
untuk mampu bersikap demikian. Seorang konselor tidak bisa menangani konselinya
karena beberapa alasan, misalnya jika kasusnya atau akibatnya bisa menimbulkan
sesuatu yang tidak baik (misalnya pada kasus-kasus histeria), atau kita merasa
bahwa dia akan lebih baik ditangani seorang konselor wanita, dan sebagainya.
Dengan
keahlian yang ada, kita bisa melihat bahwa klien ini sebaiknya kita
"refered" ke orang lain. Itu tindakan profesional. Misalnya, jika
saya melihat klien ini tidak bisa maju-maju sepanjang konseling dengan saya
(konseling juga menyangkut soal kecocokan) atau sukses konseling itu kecil,
saya wajib mengarahkan dia ke konselor lain. Ini adalah bentuk
pertanggungjawaban seorang konselor. Walaupun kita begitu tertarik pada
kasusnya, janganlah merasa kecewa sekiranya kita tidak bisa menangani dia. Dia
mungkin tidak cocok dengan kita. Setiap konselor harus memprediksi sukses suatu
konseling, hingga sejauh mana bisa berhasil. Kita harus membangun sikap
profesional, bukan semata-mata karena keinginan untuk membantu atau tertarik.
b. Mendahulukan
kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor
Dalam
pelayanan bimbingan dan konseling, seorang konselor harus berdikap profesional
dalam pekerjaannya. Sikap profesional ini diantaranya ditandai dengan
mendahulukan kepentingan pribadi konseli. Apabila konselor mendahulukan
kepentingan pribadinya dibanding kepentingan konseli, maka ia dianggap gagal
menjalankan tugasnya sebagai seorang konselor, karena ia telah melanggar salah
satu aturan yang terpenting dalam etika konseling.
c. Menjaga
kerahasiaan konseli
Konseli
menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli)
yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan
tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga
kerahasiaanya benar-benar terjamin.
D.
Profil
Seorang Konselor
Profil
yang menampilkan ciri-ciri seorang konselor yang dikenal sejak lama. Tahun 1994
Graves telah menunjukkan bahwa seorang konselor hendaknya memilki integritas
dan vitalitas, gesit, dan terampil, memiliki kemampuan menilai dan
memperkirakan secara tajam, standar personal yang tinggi, terlatih dan
berpengalaman luas. Dowson (1984) melihat bahwa konselor perlu memilki
ciri-ciri objektif, menghormati anak, memahami dirinya sendiri, matang dalam
menilai dan memperkirakan, mampu mendengar dan menyimpan rahasia, teguh dalam
pendirian, mempunyai rasa humor, mampu mengeritik secara membangun, serta
memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasikan. Pada itu juga telah
dikenal 24 ciri yang menonjol dari seorang konselor, diantaranya : jujur,
setia, sehat, berkepribadian dan berwatak baik, memiliki filsafat hidup yang
mantab, serta mamiliki sikap bahwa apa yang dilakukannya itu merupakan suatu
hal yang harus dilakukannya.
Konselor
juga digambarkan sebagai orang yang memiliki sifat-sifat kewanitaan atau
keibuan (Farson, 1954), seperti lembut, menyenangkan, suka memberi dan tidak
banyak menuntut dan sebagainya. Rumusan yang diberikan oleh ASCA (1964) tentang
sifat dasar dan pekerjaan konselor ialah sebagai “ misi dengan keterkaitannya
yang mendalam terhadap nilai-nilai kemanusiaan”.
Munro,
Manthei, dan small (1979) mengutarakan beberapa hal yang menyangkut profil
konselor. Mereka menyatakan bahwa walaupun tidak ada pola yang tegas tentang
sifat-sifat atau cirri-ciri kepribadian yang harus dimiliki oleh konselor yang
efektif, tetap sekurang-kurangnya seorang konselor haruslah memiliki
sifat-sifat luwes, hangat, dapat menerima orang lain, terbuka, dapat merasakan
penderitaan orang lain, mengenal dirinya sendiri, tidak berpura-pura,
menghargai orang lain, tidak mau menang sendiri dan objektif.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Konselor
yang memiliki kepribadian yang utuh, yaitu konselor yang tidak mudah
terpengaruh oleh suasana yang timbul pada saat konseling. Konselor
seperti ini adalah konselor yang dapat mengendalikan dirinya dari
pengaruh suasana hati yang dialaminya sebagai konselor atau sebagai anggota
keluarga atau masyarakat. Konselor
juga harus punya karakter untuk membentuk kepribadian yang dapat ditiru oleh
orang lan khususnya para siswa, membiasakan untuk mempunyai etika da eriked
yang bagus dalam kehidupan sehari-hari.
Profil Guru
BK atau Konselor Sekolah
adalah
guru yang memiliki standar kualifikasi akademik konselor dalam satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah Sarjana Pendidikan
(S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling atau berpendidikan Profesi Konselor.
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK) telah disusun oleh
BSNP dan ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008, bagi Konselor yang
telah memenuhi SKAKK harus mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan
konseling sesuai dengan beban kerja yang diamanatkan yaitu mencakup kegiatan;
merencanakan program, melaksanakan, menilai, menganalisis serta menindaklanjuti
hasil analisis evaluasi kegiatan bimbingan dan konseling.
B.
Saran
Dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Fenti Hikmawati. 2011. Bimbingan
Konseling. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hartono, Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi
Konseling. Jakarta: Kencana
Prayitno, Erman Amti. 2009. Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta
Retno Tri Hariastuti. 2008. Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling. Surabaya: University Press
Retno Tri Hariastuti. 2007. Keterampilan-keterampilan Dasar dalam Konseling. Surabaya:
University Press
Sumadi Suryabrata. 2012. Psikologi
Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tersedia dari Internet:
berprilaku-etik/
http://blognaeka.blogspot.com/2012/05/profil-konselor-yang-profesional-upaya.html
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/profil-seorang-konselor.html