PENSTRUKTURAN KP, PERTANYAAN TERBUKA DAN KERUNTUTAN DALAM KONSELING
1. Penstrukturan KP
Keberhasilan konseling banyak ditentukan oleh
keefektifan konselor dalam menggunakan berbagai teknik. Hubungan antara
konselor dan klien merupakan inti proses konseling dan psikoterapi oleh karena
itu para konselor hendaknya menguasai berbagai teknik dalam menciptakan
hubungan. Terdapat tahap-tahap dalam proses konseling, yaitu antara lain.
a. Teknik Pembukaan (Pengantaran/ introdaktion)
Yaitu usaha konselor untuk mengantarkan klien dalam
memasuki proses konseling. Dalam teknik pembukaan ini konselor memberikan
penjelasan kepada klien tentang konseling dan psikoterapi, tujuan, asas-asas,
manfaat serta hal lain yang berhubungan dengan proses konseling dan psikoterapi.
b. Teknik hubungan Refleksi
Refleksi perasaan
merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata
yang segar dan sikap yang esensial (perlu). Refleksi ini merupakan teknik
penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan dibuat dan
sebelum pemberian informasi dan tahap interpretasi dimulai. Perasaan-perasaan
yang diekspresikan dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu yang
positif, negative, dan ambivalen.
Refleksi perasaan akan mengalami kesulitan jika:
1) Stereotip
dari konselor
2) Konselor
tidak dapat mengatur waktu
3) Konselor tidak tepat memilih perasaan
4) Konselor
tidak mengetahui isi perasaan yang direfleksikan
5) Konselor
tidak dapat menemukan ke dalam perasaan
6) Konselor menambah arti perasaan
Manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling dan:
1. Membantu
individu untuk merasa dipahami secara mendalam
2. Klien
merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku
3. Memusatkan
evaluasi pada klien
4. Member kekuatan untuk memilih
5. Memperjelas cara berfikir klien
6. Menguji
kedalaman motif-motif klien
c. Teknik Penerimaan dan
Penstrukturan
Teknik penerimaan merupakan cara bagaimana
konselor melakukan tindakan agar klien merasa diterima dalam proses konseling.
Dalam teknik penerimaan, ada 3 unsur yaitu antara lain: 1) ekspresi air muka,
2) tekanan suara, 3) jarak dan perawakan.
Teknik penstrukturan (structuring) adalah
proses menetapkan batasan oleh konselor tentang hakekat, batasan-batasan dan
tujuan proses konseling pada umumnya, dan hubungan tertentu pada khususnya.
Menata stuktur akan memberikan kerangka kerja atau orientasi terapi kepada
klien. Struktur konseling mempunyai dua unsure yaitu, pertama, unsure implicit
dimana peranan konselor yang secara umum diketahui klien, dan yang kedua, yaitu
struktur yng formal berupa pernyataan konselor untuk menjelaskan dan membatasi
proses konseling.
Dengan demikian structuring merupakan teknik merumuskan
batasan dan potensialitas konseling. Berdasarkan pembatasan dan potensi proses
konseling ada 5 macam struktur:
1) Batas-batas
waktu baik dalam satu individu maupun seluruh proses konseling
2) Batas-batas
tindakan baik konselor maupun klien
3) Batas-batas
peranan konselor
4) Batas-batas
proses atau prosedur
5) Structuring
dalam nilai proses
d. Teknik Mendengarkan
Mendengarkan merupakan dasar bagi semua
wawancara. Kegiatan ini menghendaki agar penyuluh lebih banyak diam dan
menggunakan semua indranya untuk menanggap semua pesan. Dengan telinganya
konselor mendengarkan kata-kata yang diucapkan dan tekanan suara dari klien;
dengan pikirannnya dia menanghkap isi pesan yang disampaikan, dan dengan
matanya dia mengamati bahasa badani dalam sikap duduk, gerak gerik, isyarat dan
sebaginya yang ditampilkan oleh klien. Konselor juga mendengarkan diri nya
sendiri, dia mencatat tangapannya sendiri terhadap pesan yang diterima dari
klien, dan bagaimana konselor
menyesuaikan diri terhadap pesan-pesan itu.
Mendengarkan
secara aktif dan tepat adalah amat penting selama wawancara berlangsung,
lebih-lebih pada saat permulaan ketika konselor biasanya mengambil bagian
secara verbal kurang aktif. Konselor berusaha secara benar-benar tepat
penyesuaian dirinya dengan diri orang lain, memusatkan diri pada orang lain,
dan menjadikan pesan-pesan yang datang dari oarng lain itu sebagai suatu yang
amat penting.
e. Teknik Mengarahkan
Pemberian pengarahan mengubah tekad hubungan konseling dan psikoterapi. Di
sini konselor lebih berinisiatif dari pada klien. Dengan memberikan pengarahan,
konselor merasa lebih terpanggil untuk diskusi dari pada klien, dan secara
tidak langsung konselor mengetahui apa yang harus dilakukan. Pemberian
pengarahan hanya dilakukan bila mana konselor benar-nenar telah memahami
keadaan dan kebutuyhan klien. Nilai dari upaya pemberian pengarahan tidaklah
diragukan ; namun konselor harus menentukan kapan cara ini tepat dilakukan, dan
cara mana yang sebaiknya dipakai.
Ada akibat-akibat (yang kurang mengenakkan) tertentu
yang berkaitan menggunakan pengarahan. Kebanyakan para pemberi bantuan telah
cukup mengenal keterampilan ini sebelumnya. Oleh karena itu, terdapat
kecendrungan untuk menggunakannya secara berlebih-lebihan atau cepat-cepat
menggunakan cara ini dalam setiap suasana konseling dan psikoterapi yang sulit.
Penggunaan pengarahan yang terlalu cepat atau terlalu sering terhadap klien
yang enggan malhan dapat mengakibatkan timbulnya suasana risi(tidak tenang) aau
menjngkelkan pada diri klien dan penyuluh tampak kurang peka terhadap suasana
kejiwaan klien.
f. Teknik mengakhiri proses konseling
Ketrampilan
mengakhiri wawancara konselng merupakan teknik hubungan dalam proses
konseling. Mengakhiri wawancara, dapat dilkukan dengan cara:
1. Mengatakan bahwa waktu sudah
habis
2. Merangkum isi pembicaraan,
Merangkum adalah proses menyatukan semua
yang dikomunikasikan selama proses konseling dengan menggunakan kata-kata yang
mudah dimengerti oleh klien.
3. Menunjukan pada pertemuan
yang akan datang dengan menanyakan “apa yang akan anda lakukan?”.
4. Membuat
catatan singkat.
Membuat catatan merupakan usaha sederhana
tetapi sangat penting karena kegiatan ini mempunyai andil yang sangat besar
dalam rencana pengubahan tingkah laku yang perlu dirubah.
5. Memberikan tugas-tugas tertentu
2. Pertanyaan
terbuka
Pertanyaan terbuka
merupakan respon konselor dalam kalimat tanya yang yang menuntut klien
memberikan penjelasan yang panjang dan banyak..Pertanyaan terbuka dapat
membantu konselor dalam penggalian masalah dan penjelajahan masalah. Melalui
pertanyaan terbuka konselor bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam
pemecahan masalah, sehingga konselor dapat membimbing klien kea rah yang lebih
tepat. Selama proses konseling hendaknya konselor selalu menggunakan pertanyaan
terbuka dan menghindari pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup digunakan
hanya dalam kondisi yang betul-betul diperlukan.
Pertanyaan terbuka mengajak klien untuk meneruskan
pertanyaannya dengan memberikan lebih banyak uraiannya mengenal hal yang telah
di kemukakanya. Misalnya terhadap uraian yang telah di berikan oleh seorang ibu
yang putus asa karena ulah anaknya yang kecanduan narkoba, konselor bertanya :
“Bagaimana perasaan ibu ketika melihat dia
benar-benar kecanduan obat terlarang
itu?”
Pertanyaan terbuka seperti itu penting, terutama pada
tahap awal wawancara. Pertanyan-pertanyaan terbuka lainya dapat di lakukan
dengan mengunakan kata Tanya: apa, kapan,
dan bagaimana. Pertanyaan terbuka seperti itu akan menghasilkan jawaban yang dapat di jadikan arah atau informasi yang berguna untuk mengadakan
tindak lanjut, dan juga memungkinkan suasana percakapan dapat berlangsung
dangan baik. Hal ini juga menunjukan
pada klien bahwa ia bebas untuk
mengemukakan isi pembicaraan
sesuai apa yang di inginkan.
Sebaliknya pertanyaan tertutup akan cendrung menutup
percakapan dengan hal menjawab pertanyan itu dengan jawaban “ya” atau “ tidak” saja. Meskipun konselor,
katakanlah terpaksa menggunakan pertanyaan tertutup, sebaiknya segera diikuti
dengan pertanyaan terbuka, contoh: Anda betul-betul mencintainya? Atau
bagaimana?. Pertanyaan terbuka tanpa didahului oleh pertanyaan tertutup
misalnya: Bagaimana perasaan anda jika bertemu dengan dia?Apa yang anda
fikirkan tentang dia? Bagaimana kejadiannya?
3. Keruntutan Dalam
Konseling
Keruntutan merupakan
respon yang diberikan konselor kepada klien yang tepat pada sasaran,
tidak menyimpang dari isi pernyataan atau pertanyaan klien. Respon konselor
bisa menjadi runtut bila konselor benar-benar memahami isi pembicaraan klien,
untuk itu dibutuhkan konsentrasi penuh dan kemampuan konselor dalam menangkap
inti pembicaraan klien. Pembicaraan klien yang panjang lebar, mungkin saja
intinya hanya satu kata atau satu kalimat. Konselor tidak boleh terbawa arus
dengan pembicaraan klien yang panjang lebar, yang sebenarnya tidak terkait dengan masalah yang sebenarnya.
Disini dibutuhkan kepekaan konselor
dalam menanggapi perilaku klien. Konselor tidak boleh lengah sedikitpun
memperhatikan dan mendengarkan klien. Jika konselor tidak mampu menangkap inti
pembicaraan klien, maka akan terjadi peloncatan respon dari konselor dan akan
terjadi pula respon yang tidak tepat bahkan bias terjadi pula respon yang tidak
positif. Hal ini tentunya membawa dampak yang tidak baik, lebih jauh dari
itu justru tidak tergalinya masalah
klien yang pada gilirannya masalah tidak terpecahkan.